Kamis, 27 Maret 2008

perkembangan remajaku

Yang akan saya ceritakan disini adalah sebuah masa remaja yang menurut saya adalah sebuah penyesalan yang sangat yang berakibat sangat fatal hingga kini. Ceritanya dimulai dari ketika saya baru lulus dari SD. Untuk melanjutkan sekolahku, orangtua saya memberikan dua pilihan tempat saya yakni di sebuah Madrasah Tsanawiyah Negeri yang tempatnya tak jauh dari rumah dan sebuah Pondok Pesantren yang tempatnya sedikit jauh dari rumah, untuk mencapai tempat tersebut harus naik angkot kira-kira memakan waktu setengah jam. Saat itu saya berada dalam sebuah kebimbangan yang sangat besar. Disatu sisi saya sangat ingin mengabulkan permintaan orangtua saya untuk belajar disebuah Pesantren yang juga diikuti sekolah SMP. Tapi dilain sisi, saya juga merasa belum mempunyai keberanian untuk bisa tinggal jauh dari orangtua. Akhirnya saya lebih memilih pilihan saya sendiri yaitu belajar di MtsN yang tempatnya tak jauh dari rumah. Ketika itu, sebenarnya saya merasa tidak tenang karena saya tidak menuruti apa yang dinasehatkan orangtua saya untuk masuk ke sebuah pesantren dan sekolah disana. Tapi lama kelamaan rasa penyesalan iti hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Saya menjalani sekolah saya di MtsN tersebut selama 3 tahun. Tibalah masa dimana Ujian Nasional tiba dan saya lulus dengan hasil yang cukup memuaskan. Setelah lulus, saya kembali diliputi kebimbangan untuk memilih ditempat manakah saya akan melanjutkan masa pendidikan saya. Orangtua sya mewajibkan saya untuk melanjutkan di sebuah Pesantren di daerah Kudus. Awalnya saya tidak pusing dengan pesantren yang ditawarkan orangtua saya, karena memang saya sudah tertarik untuk belajar disana. Sayapun menjalani ujian menjalani ujian masuk di sekolah tersebut dan hasilnya saya diterima. Namun, barulah kebimbangan itu dimulai disini. Ketika hari esok adalah hari dimana saya harus meninggalkan rumah dan harus memulai hidup dipesantren tersebut, tiba-tiba paman saya mencegah saya untuk sekolah tersebut dengan alasan karena tampatnya yang sangat jauh dari rumah dan menyarankan untuk mesantren dii sebuah pesantren di Jaakarta Timur bersama anak peempuannya yang sebaya dengan saya. Akhirnya orangtua saya menyetujuinya walaupun hanya setengah hati. Saya hanya diam dan mengikuti saja walaupun saya juga meras a sedikit menyesal karena lagi-lagi keinginan orangtua saya tidak bisa saya kabulkan. sayapun menjalani hidup saya di pesantren tersebut hingga saat diman Ujian Nasional berlangsung. Sayapun lulus dari sekolah tersebut. Untuk melanjutkan pendidikan saya, kini saya mengikuti apa yang diinginkan orangtua saya yaitu dengan menjalani kuliah di UIN dan dibarengi dengan hidup di pesantren Ilmu Hadis, dimana tempat itu khusus diperuntukkan untuk Mahasiswa. Sayapun menjalani ujian masuk yang diadakan di pesantren itu. Dan akhirnya saya lulus. Tapi, walaupun saya senang karena sudah mengabulkan permintaan orangtua saya, saya merasakan sebuah penderitaan yang sangat . Karena dengan masuknya saya di pesantren tersebut berarti saya harus mengikuti kegiatan belajar mengajar disana. Yang membuat saya merasa tidak puas adalah karena saya belum bisa menyamakan pengatahuan agama saya dengan teman-teman disana. Mereka jauh lebih pintar tentang apa yang diajarkan di pesantren itu. Maksudnya mereka sudah bisa memenuhi persyaratan untuk bisa menjalani dengan lancar apa yang diajarkan disana. Setiap Mahasantri disana dituntut untuk bisa berbahasa arab dengan baik mencakup percakapan dalam bahasa arab, penguasaan ilmu Nahwu dan Shorof dan ilmu Hadis karena memang yang diajarkan disana adalah Hadis yang diajarkan dalam bahasa arab. Yang membuat saya kurang puas adalah karena saya belum benar-benar mengusai ilmu-ilmu yang disyaratkan dalam pesantren tersebut. Hidup yang saya jalani adalah sebuah kegelisahan, kebimbangan , ketakutan dan rasa minder yang sangat tinggi. Inillah masalah besar saya dimasa remaja saya. Yang saya maksudkan dengan sebuah penyesalan adalah saya menyesal karena tidak mengikuti nasehat orangtua saya untuk belajar di pesantren sejak masuk SMP dulu. Andaikan sayan mengikuti permintaan itu, mungkin ilmu bahasa arab, Nahwu, Sharaf dan Hadis itu sudang sangat saya kuasai. Namun, apa boleh buat nasi kini sudah menjadi bubur. Waktu tidak bisa terulang lagi. saya hanya bisa menjalani dengan sekuat hati saya dan kini masih berusaha terus belajar tentang ilmu-ilmu yag saya sebutkan tadi yang menjadi tuntutan untuk bisa terus menjalani balajar dipesantren saya kini. Semoga saya bisa menjalaninya dengan baik dan bisa menghilangkan kepuusasaan yang telah menginggapi hati saya. Jujur saya tak bisa cerita hal ini kepada siapapun termasuk orangtua dan keluarga saya sendiri. karena takut ini bisa menjadi sebuah sakit hati mereka karena kebodohan saya. Amin.

perkembangan remajaku

perkembangan remajaku

Kreativitas Remaja

Sebuah pengalaman saya yang bisa dikatakan kreatif adalah ketika saya duduk dikelas tiga Mts/SMP. ketika saya mengikuti pelajaran Kesenian. Disana diajarkan untuk bisa membuat gantungan kunci dari manik-manik warna-warni sehingga terlihat menarik. Awalnya saya merasa sangat kesulitan untuk bisa mengikuti langkah-langkah yang diajarkan guru Kesenian saya, tetapi lama kelamaan dengan kesabaran dan usaha sayapun bisa membuatnya. Mungkin kini kreatifitas sejenis itu sudah dianggap sangat biasa bagi masyarakat. Tetapi saat itu adalah saat dimana saya baru mengetahui cara-cara atau langkah-langkah dalam pembuatannya. Saya tidak hanya melihat hasil kreatifitas orang lain tetapi juga bisa membuatnya sendiri, walaupun masih dalam tahap awal dan hasilnyapun tidak sesempurna orang lain yang sudah ahli. Setidaknya saya sudah merasa puas karena bisa mencoba untuk membuat sesuatu yang bisa dikatakan kreatif yakni membuat sesuatu dari bahan yang tidak biasanya artiya memanfaatkan benda yang biasanya digunakan sebagai penghias pada baju atau pada benda lainnya, tetapi kini benda kecil-kecil itu bisa dirangkai serapih mungkin untuk dijadikan gantungan kunci, tas tempat pensil dan lain-lain. Cara membuatnya dengan merangkaikan manik-manik itu dengan benang hingga terbentuk sesuatu yang kita kehendaki. Ketrampilan ini memerlukan kesabaran karena menggunakan bahan yang sangat kecil.

Selain kreatifitas yang disebutkan diatas, kini juga sudah banyak para remaja yang membuat kreatifitas dengan memanfaatkan benda yang awalnya dianggap tidak bermanfaat dijadikan sebuah benda yang selain bermanfaat juga mempunyai harga jual yang tinggi. Contoh kreatifitas lainnya yaitu pemanfaatan kertas-kertas bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Kertas tersebut awalnya dicampur menjadi satu, kadang juga dipisahkan antara kertas yang masih berkualitas dan yang sudah hancur sekali. Lalu, kertas-kertas tersebut direndam dalam air selama berhari-hari (kira-kira tiga hari atau lebih sesuai kondisi kertas) hingga kertas-kertas tersebut tercampur dan hancur lebur seperti bubur (dinamakan bubur kertas). Setelah itu, ditata tipis-tipis atau sedidit tebal sesuai dengan keinginan kita dan apa yang akan kita buat dari kertas tersebut layaknya kertas biasa (seperti kertas karton,lebar/tergantung keinginan kita). Setelah itu dijemur hingga kering atau ada juga yang dijemur setengah kering untuk dibentuk sesuatu yang diinginkan. Kertas-kertas daur ulang ini bisa digunakan untuk membuat/dibentuk seperti tempat pensil, notebook, frame foto, boneka, pin dan lain-lain. Walaupun bahan asalnya adalah kertas-kertas yang terlihat sudah tidak berguna yang sudah lusuh, rusak tetapi hasilnya menjadi sesuatu yang indah dan bernilai tinggi. Saya sendiri tertarik dan mengakui keindahan hasil karya tersebut dan sangat ingin bisa membuatnya.

Minggu, 09 Maret 2008

perkembangan remaja

Memahami Perkembangan Kita

Orang bilang, masa remaja itu masa yang paling indah, ekspresif, produktif. Tapi, kita juga dibilang sok tau, seenaknya, dan kurang bisa menghormati orang dewasa. Jadi, kita sebenarnya gimana, sih?

Ada berbagai aspek perkembangan yang kita alami, antara lain berkaitan dengan aspek sosial, emosional, konsep diri, heteroseksual dan kognitif. Yuk kita bahas satu-satu.

<>

Perkembangan sosial

Semula kita memang bertingkah laku sebagai anak-anak, ketika kita dalam tahap usia anak-anak, kemudian menjadi remaja lalu serta-merta orang dewasa memosisikan kita bisa berperilaku dewasa, menyesuaikan diri dengan peran-peran dewasa dan melepaskan diri dari peran-peran sebagai anak-anak. Di sinilah titik pangkal yang menyebabkan kita berada dalam kondisi yang sulit. Maka, timbullah kebutuhan kita, misalnya akan identitas diri, individualitas bahkan kebutuhan akan kemandirian. Nah, ketika kebutuhan tersebut muncul dan orang dewasa tidak memahaminya, lagi-lagi inilah yang sering menjadi sumber permasalahan kita dengan orang dewasa atau lingkungan kita.

Kita mungkin pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi benturan nilai teman-teman dengan ortu. Rasanya sudah enggak sabar ingin lepas dari pengaruh ortu, berusaha mandiri, dan punya keputusan sendiri. Misalnya memutuskan untuk tampil cool dengan ikutan merokok bareng teman-teman lain. Padahal, merokok amat sangat dilarang oleh ortu.

Benturan nilai ini akan sering kita hadapi. Pada contoh yang lebih ringan adalah pemberlakuan jam malam. Kita mungkin harus sudah sampai rumah paling telat pukul sepuluh. Jadi, selamat tinggal party-party yang baru mulai pukul sepuluh malam. Sementara itu, banyak teman yang orangtuanya membolehkan mereka ikutan party sampai tamat.

"Perang dunia" menahun bakal terjadi, dan bukan enggak mungkin bakal kronis, jika kita bukan tipe anak yang punya hubungan hangat dengan orangtua. Hubungan itu malah akan membangun semangat saling mau mengerti antara kita dan ortu. Iyalah, ortu mana sih yang rela melepas anaknya pulang malam untuk datang ke acara (yang menurut mereka) enggak juntrung? Sebaliknya, anak mana sih yang enggak ngomel berat dilarang datang ke party paling cool sedunia sama ortunya?

Hubungan yang hangat dalam keluarga membuat kita mau menerangkan perasaan kita. Dan, ortu pun akan rela hati mendengarkan kita, juga mau menjelaskan alasan pelarangan itu dalam bahasa yang nyantai. Seringnya membuat kesepakatan antara kita dengan ortu, akan sangat membantu perkembangan diri kita. Termasuk perkembangan kehidupan sosial kita

Perkembangan emosi

Bentuk atau jenis emosi pada manusia itu ternyata banyak, misalnya; takut, khawatir, cemas, marah, sebal, frustrasi, cemburu, iri hati, ingin tahu, sayang, cinta benci dukacita, bahagia, dan masih banyak lagi. Lalu apa hubungannya dengan kita? Ternyata jenis atau bentuk emosi yang disebut tadi memiliki ciri-ciri perkembangan yang berbeda-beda dalam setiap tahapan perkembangan manusia. Dalam tahap remaja seperti kita sekarang ini ciri-ciri perkembangan emosi kita sebagai berikut:

• Lebih mudah bergejolak dan biasanya diekspresikan dengan meledak-ledak.

• Kondisi emosional yang muncul tadi berlangsung lama, sampai akhirnya kembali dalam keadaan semula.

• Emosi yang muncul sudah bervariasi, bahkan kadang bercampur-baur antara dua emosi yang (sebenarnya) bertentangan. Misalnya, benci dan sayang dalam satu waktu.

• Mulai muncul ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi (sayang, cemburu, dan sebagainya).

• Mudah tersinggung dan merasa malu, karena umumnya sangat peka terhadap cara orang lain memandang kita. Tapi ini juga sangat tergantung dari perkembangan konsep diri kita.

Lalu bagaimana sebaiknya kita menghadapinya? Agar semuanya terjadi secara wajar, kita perlu upaya pengendalian emosi ataupun juga menghindari beban emosi. Caranya:

• Kita harus belajar menghadapi segala situasi itu dengan sikap yang rasional.

• Kita juga harus menghindari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat membangkitkan emosional. Kalau mengalami sesuatu yang bikin marah atau sedih, jangan kebawa emosi dulu.

• Memberikan respons terhadap situasi dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebih-lebihan, proporsional sesuai dengan keadaannya, dengan cara yang bisa diterima lingkungan sosial kita.

• Mengemukakan emosi positif kita (senang, bahagia, sayang) dan juga yang negatif (sebal, sedih, marah) secara benar dan proporsional.

Perkembangan konsep diri

Konsep diri ini berkenan dengan perasaan dan pemikiran kita mengenai diri kita sendiri, karena atas penilaian sendiri maupun penilaian dari lingkungan sosial kita. Misalnya kalau kita enggak puas terhadap kondisi fisik, maka konsep diri menjadi buruk. Hal ini membuat kita merasa rendah diri. Begitu pula sebaliknya, konsep diri positif bila kita menilai fisik kita menarik dan sesuai dengan yang diinginkan. Kalau kita dinilai oleh orang lain, misalnya sebagai remaja yang bisa gaul, pandai dan hal-hal yang positif lainnya, maka semangat positif itu dapat meningkatkan konsep diri dan ke-PD-an kita.

Salah satu ciri dari perkembangan konsep diri kita sebagai remaja ialah cenderung negatif antara lain karena berkembangnya fisik yang cukup drastis, kadang juga kurang proporsional (badan memanjang tapi kurus, bulat gemuk, dan sebagainya), merasa selalu diperhatikan orang lain atau menjadi pusat perhatian orang lain, memiliki aspirasi yang tinggi tentang segala hal.

Perkembangan kognitif

Dalam perkembangan ini perilaku yang muncul, misalnya kritis (segala sesuatu harus rasional dan jelas), rasa ingin tahu yang kuat (perkembangan intelektual kita merangsang untuk harus mengetahui segala sesuatu, dalam tahap ini muncul keinginan untuk bereksplorasi) dan egosentris (segala sesuatu masih dilihat dari sudut pandangannya).

Jadi, enggak usah terkaget-kaget dengan komentar orang dewasa terhadap diri kita, ya. Malah kalau perlu, beri mereka penjelasan bahwa beginilah perkembangan remaja. Bisa jadi, kita bakal terlihat lebih dewasa dibanding para orang dewasa itu.